Lompat ke isi utama

Berita

Bawaslu Katingan Gelar Kajian Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XVII/2019

Bawaslu Katingan Gelar Kajian Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi

 jajaran Bawaslu Katingan dan staf sekretariat Gelar Kajian Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XVII/2019

Kasongan – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Katingan melaksanakan kegiatan Kajian Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XVII/2019 di aula kantor Bawaslu Katingan, pada Rabu, 22 Oktober 2025. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya Bawaslu Katingan dalam merealisasikan program kerja bidang hukum dan peningkatan kapasitas kelembagaan pengawas pemilu di tingkat kabupaten.

Kegiatan dibuka oleh Ketua Bawaslu Kabupaten Katingan, Yosafat Ericktovia Kawung, S.H., M.H., yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa kajian hukum ini merupakan kegiatan kedua yang dilaksanakan Bawaslu Katingan dalam rangka penguatan pemahaman hukum dan konstitusi bagi jajaran pengawas pemilu. “Kegiatan ini menjadi ruang belajar bersama untuk memahami secara mendalam arah putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang berdampak langsung terhadap tugas dan kewenangan Bawaslu,” ujarnya.

Sebagai narasumber hadir Kristanten Jon, Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam pemaparannya, Kristanten menjelaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48/PUU-XVII/2019 menegaskan kedudukan Bawaslu Kabupaten/Kota sebagai lembaga permanen, bukan bersifat ad hoc sebagaimana sebelumnya dikenal dengan Panwaslu. Putusan tersebut, lanjutnya, memperkuat peran Bawaslu dalam menjalankan fungsi pengawasan, pencegahan, dan penindakan pelanggaran secara berkesinambungan, termasuk dalam masa di luar tahapan pemilu.

Kristanten juga menyinggung dua putusan Mahkamah Konstitusi lainnya yang memiliki keterkaitan erat dengan arah penguatan kelembagaan pengawas pemilu, yaitu Putusan MK Nomor 135/PUU-XXI/2024 dan Putusan MK Nomor 104/PUU-XXII/2025. Ia menjelaskan bahwa Putusan MK 135/2024 membawa implikasi penting terhadap pemisahan jadwal antara Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah, yang memerlukan kesiapan kelembagaan Bawaslu di setiap tingkatan. Sedangkan Putusan MK 104/2025 mempertegas peran Bawaslu dalam penyelesaian sengketa proses pemilu, di mana keputusan Bawaslu memiliki kekuatan administratif yang mengikat.

“Ketiga putusan ini merupakan tonggak penting dalam perjalanan kelembagaan Bawaslu. Ia tidak hanya memperkuat posisi Bawaslu secara hukum, tetapi juga menuntut kesiapan sumber daya manusia untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sistem kepemiluan yang terus berkembang,” ungkap Kristanten dalam pemaparannya.

Sesi diskusi berjalan dinamis dengan berbagai pertanyaan dan tanggapan dari peserta. Salah satu pertanyaan disampaikan oleh Usman Sitepu, Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Hubungan Masyarakat Bawaslu Kabupaten Katingan, yang menanyakan mengenai perbedaan tenggat waktu pelaporan pelanggaran administrasi pemilu, apakah dihitung sejak peristiwa terjadi atau sejak pelanggaran diketahui oleh pelapor. Pertanyaan tersebut dijawab oleh narasumber dengan penjelasan bahwa secara prinsip, tenggat waktu pelaporan dihitung sejak pelanggaran diketahui, namun tetap harus memperhatikan unsur waktu terjadinya peristiwa untuk memastikan terpenuhinya aspek keadilan prosedural.

Kegiatan yang diikuti oleh jajaran Bawaslu Katingan dan staf sekretariat ini berlangsung dengan antusias dan penuh semangat belajar. Diskusi yang berlangsung interaktif memperkaya pemahaman peserta terhadap dinamika hukum pemilu yang senantiasa berkembang.

Menutup kegiatan, Yosafat Ericktovia Kawung menyampaikan apresiasi kepada narasumber dan seluruh peserta yang telah aktif berpartisipasi. Ia berharap hasil kajian ini dapat menjadi bahan refleksi sekaligus dasar penguatan kapasitas kelembagaan Bawaslu Katingan dalam menjalankan fungsi pengawasan yang profesional, berintegritas, dan berkeadilan.

Penulis : Moch Saddam Aliarahman

Editor : Andrianus